Bram Titaley
Julukan :
Aceh dan Buaya Keroncong
Lahir :
Kutaraja, Banda Aceh
4 Maret 1913
Jakarta, 8 Mei 2001
Profesi :
Penyanyi dan pemain sepak bola
Adalah penyanyi tiga zaman yang mengesankan. Selama hidupnya dia dikenal penyanyi serba bisa yang mampu menyanyikan segala jenis irama musik dengan baik. Dan musik keroncong telah mempopulerkannya ‘Aceh’ ini sebagai seorang bintang dalam seni suara. Sejak 1930-an ia telah menjadi penyanyi ternama di Indonesia yang menyandang predikat ‘Buaya Keroncong’.
Ia
memadukan Hawaiian dengan keroncong. Karena itulah dia bisa eksis. Dikenal sebagai penyanyi serba
bisa. “Lagu-lagu etnis Ambon, Maluku, ia jagonya Bukan hanya keroncong,
Hawaiian, pop Ambon ia jagonya” aku Bob Tutupoli. Kekaguman serupa diakui
oleh sang cucu Harvey Malaiholo, “Kakek saya ini seorang legenda karena
sampai hayatnya memegang teguh prinsip hidup beliau sebagai penyanyi,
meskipun beliau melewati masa-masa sulit.”
Bagi
Bram, menyanyi adalah panggilan hidup. Menyanyi menjadi bagian hidup yang
paling berarti baginya. Kecintaannya pada menyanyi, terutama lagu-lagu
keroncong, tidak pernah memudar. Meski kesulitan hidup kerap menderanya,
menyanyi membuat dirinya bersemangat menjalani hidup. Ia adalah simbol
ikhtiar kegigihan seorang penyanyi yang setia pada jenis musik pilihannya,
yaitu keroncong yang terus terpinggirkan.
Selain
di keroncong Bram Titaley punya tempat khusus dalam seni suara. Bram pernah
membentuk kelompok musik Hawaiian Senior yang populer pada era 1980-an.
Kemudian dia mempelopori berdirinya kelompok Hawaiian Anggrek Nusantara.
Sebagai penyanyi ia juga aktif mengisi panggung kesenian di Pasar Seni Jaya
Ancol, menyanyikan berbagai lagu mulai dari keroncong, pop hingga jazz.
Dilahirkan
pada 4 Maret 1913 di Kutaraja, Banda Aceh, dengan nama Abraham Titaley dari
pasangan Paulus Titaley dan Vientje. Meski ayahnya tentara, ia aktif dibagian
musik ketentaraan. Bakat seni agaknya mengalir ditubuh Bram. Dan sejak kecil
Bram sering mengikuti kegiatan menyanyi di gereja. Hasratnya menjadi penyanyi
keroncong mendorongnya merantau ke Batavia
ketika usianya menginjak 20 tahun.
Di
panggung kesenian Pasar Gambir Batavia, Bram meniti karier sebagai penyanyi.
Beberapa kali ia memenangkan lomba menyanyi pada pertengahan 1930-an. Irama
musik yang dipilihnya adalah keroncong yang menurutnya menyentuh, romantis
dan syairnya indah. Ia pun kemudian kondang sebagai penyanyi ternama di Batavia. Selain menyanyi,
Bram ternyata juga dikenal sebagai pemain sepak bola dengan panggilan ‘Aceh’.
Dan Bram Aceh terus-menerus ke panggung-panggung tempat ia dikenal sebagai
buaya keroncong.
Suara
emas Bram melambungkannya sebagai penyanyi yang mempesona. Selain masuk studio
rekaman, Bram menerima undangan menyanyi dari berbagai tempat. Ia tidak
pernah memilah-milah tempat pertunjukkan. Dan suaranya makin dikenal ketika
dia diundang menyanyi di Istana atas permintaan Presiden Soekarno. Kemudian
ia juga sering tampil di layar kaca menyanyikan lagu-lagu keroncong.
Memasuki
tahun 80-an Bram bergabung dalam kelompok Hawaiian Senior pimpinan Hoegeng
Imam Santosa. Setelah kelompok itu bubar, ia mempelopori berdirinya kelompok
Hawaiian Anggrek Nusantra. Selain itu ia pernah membentuk band The Orchid
yang aktif mengisi kesenian di Pasar Seni Jaya Ancol menyanyikan beragam lagu
mulai dari keroncong, pop hingga jazz.
Bram
telah meninggalkan jejak pengabdian dalam bidang seni suara. Keterlibatannya
dalam musik keroncong yang makin marjinal mengukuhkannya sebagai penyanyi
pejuang. Keseriusan Bram dalam menyanyi mewarnai kehidupannya dirumah. Bram
melatih hampir semua anak dan cucunya untuk bisa menyanyi. Latar belakang keluarga
seni telah telah menumbuhkan gairah Bram untuk mewariskan kemahirannya
menyanyi dengan kondisi apapun. Ia mendidik anak-anak dan cucu-cucunya untuk
belajar mengekspresikan diri dengan menyanyi dan tampil di panggung.
Ketekunan
dan kedisiplinan Bram mendidik anak-anaknya membuahkan hasil. Dari
keluarganya ia bisa melahirkan banyak penyanyi dan pemusik yang ikut mewarnai
dunia panggung di Indonesia,
salah satunya adalah Harvey Malaiholo cucu dari Bram Titaley.
Pergantian
rezim tidak meminggirkan peran Bram sebagai penyanyi, Perjalanan panjang Bram
dalam seni suara menempatkannya sebagai tokoh panutan. Ia pernah menerima
berbagai penghargaan seni dari pemerintah. Kedekatannya dengan semua kalangan
menunjukkan kepribadiannya yang riang tanpa blok. Hingga masa tuanya ia tidak
pernah meninggalkan kebiasaannya menyanyi meski sekejap. Ia selalu mengisi
hari-harinya dengan menyanyi.
Bram
Titaley menutup lambaran hidupnya pada usia 88 tahun. Ia wafat pada 8 Mei
2001 karena usia tua di rumah sakit Tebet Jakarta Selatan dan dimakamkan di
TPU Menteng Pulo, Jakarta.
Bram adalah potret seorang penyanyi
yang konsisten melakoni pilihan hidupnya. Kehadiran Bram telah memberi warna
dalam dunia musik keroncong Indonesia.
Tanpa Bram boleh jadi sulit mencari tempat belajar menyanyi dengan sepenuh
hati
0 komentar :
Posting Komentar